Imbas dari tindakan Rasis terhadap mahasiswa Papua yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur mengakibatkan terjadinya aksi demontrasi di wilayah Papua Barat khususnya kabupaten Raja Ampat. Aksi demo damai yang dikordinir oleh Solidaritas Masyarakat Adat Papua Wilayah III Doberay, Donald Renato Heipon ini berjalan aman terkendali.
Ratusan massa tersebut mendatangi kantor DPRD Kabupaten Raja Ampat dan meminta kepada ketua DPRD agar menyuarakan tuntutan mereka. “Kami minta anggota DPRD untuk bersama-sama dengan kami berjalan kaki menuju kantor Bupati dan bertemu dengan Bupati Raja Ampat,” ujar Heipon di halaman kantor DPRD Raja Ampat, Rabu, 21/08/2019 siang.
Dalam orasinya, Heipon mengatakan bahwa masyarakat adat Papua wilayah III mengutuk keras tindakan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
Dia berharap pemerintah serius menyikapi 3 tuntutan mereka yang telah diserahkan kepada ketua DPRD Raja Ampat, Reynold Bulla, SE, M.Si yang disaksikan oleh anggota DPRD lainnya yakni, Alberth Mayor, Yoris Rumbewas, Ismail Saraka, Vera Watem, Sem Sauayai, Sartiel Mambrasar, Karlos Kaisuku dan Badaruddin Mayalibit.
Setelah menerima aspirasi masyarakat adat tersebut, Reynold langsung mengajak anggota dewan lainnya untuk berjalan kaki bersama-sama dengan masyarakat menuju kantor Bupati Raja Ampat.
Saat menuju kantor Bupati Raja Ampat massa dikawal oleh aparat keamanan, Polres Raja Ampat. Sedangkan Bupati Raja Ampat, Abdul Faris Umlati, SE, Wabup, Manuel Urbinas, S.PI beserta sekda, Dr. Yusuf Salim, M.Si dan Dandim 1805, Letkol Inf. Joseph Paulus Kaiba telah menunggu di halaman kantor Bupati Raja Ampat.
Adapun isi dari 3 tuntutan solidaritas masyarakat adat Papua wilayah III Doberay terkait tindakan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Makasar yang dibacakan oleh ketua DPRD Raja Ampat, Reynold Bulla, SE, M,Si :
1. Mendata pelajar dan Mahasiswa Papua asli Raja Ampat dan mengamankan mereka yang berada di Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi.
2. Mendesak pihak keamanan di Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk segera menangkap serta memproses pelaku diskriminasi rasial “Monyet” terhadap orang Papua di Malang, Surabaya dan Makasar.
3. Mendesak pemerintah daerah kabupaten Raja Ampat dalam hal ini Bupati agar segera menyatakan sikap bersama DPRD Kabupaten Raja Ampat mengutuk keras persekusi dan rsisme terhadap mahasiswa Papua dan Papua Barat.
Setelah membacakan isi tuntutan tersebut Reynold lantas menyerahkannya kepada Bupati Raja Ampat, Abdul Faris Umlati,SE untuk menindaklanjuti tuntutan masyarakat adat.
Dalam sambutannya bupati Faris mengatakan bahwa sebagai anak Papua dirinya merasa tersakiti dengan perilaku Rasisme dan persekusi yang terjadi pada mahasiswa Papua di Surabaya.
”Sebagai anak adat, sebagai anak Papua tidak ada yang menginginkan atau tidak mau dikatakan sebagai binatang, apalagi dikatakan monyet. Karena dimata Tuhan semua manusia sama. Hal itu sangat tersakiti siapapun pasti marah,” ucap bupati Faris dihadapan masyarakat adat Raja Ampat.
Tuntutan mashyarakat adat melalui ketua DPRD lanjut bupati Faris, akan ditindaklanjuti ucapnya. Dia juga memberikan apresiasi kepada masyarakat adat yang telah menyampaikan tuntutan dengan aman dan damai.(*)